Kamis, 15 November 2012

sayidan


"Punten Bapak aduh…," tanya seorang perempuan Sunda kepada seorang lelaki Jawa. "Saya teh tanya, ngumpulnya anak-anak Shaggy Dog itu dimana…?

"Oh anak-anak Shaggy Dog. Mereka itu ngumpulnya di Sayidan. Kalau dari sini, Mbaknya langsung saja ke Gondomanan," kata lelaki tadi dalam bahasa Indonesia khas Yogyakarta.

"Muhun.…"

"Dari Perempatan Gondomanan, Mbaknya langsung belok kanan. Nanti di situ banyak anak nongkrong. Tanya saja di situ."

"Di Sayidan ya, Pak. Hatur nuhun."

Itulah potongan dialog dalam album baru Shaggy Dog, grup musik asal Yogyakarta, yang menyebut diri memiliki doggy style, menggabungkan bermacam aliran musik, seperti ska, reggae, jazz, swing, dan rock and roll. Dialog itu mengawali lagu yang berjudul Sayidan, sebuah lagu berjenis ska, mengisahkan kampung padat Sayidan yang berada di tengah Kota Yogyakarta.

Sayidan adalah tempat lahir Shaggy Dog, grup band yang banyak digemari anak muda. Kampung itu bukan kampung elite, tetapi kampung padat, sebuah permukiman yang memanfaatkan wedi kengser (bantaran) Sungai Code yang membelah Kota Yogyakarta. "Kami memang lahir benar-benar dari bawah dan sampai sekarang pun masih tetap sebagai orang bawah, orang Sayidan," kata Heru, vokalis Shaggy Dog.

Grup band ini, dengan personel Heru (vokal), Bandize (bas), Richard (gitar), Yoyo (drum), Raymondus (gitar), dan Heru Lili (keyboard), memang sudah boleh disejajarkan dengan grup band lain, seperti Dewa, Sheila on 7, Slank, dan Gigi. Meskipun baru menelurkan tiga album-dua digarap secara indie label dan satu digarap oleh industri rekaman-pentas-pentas yang dilakukan di berbagai kota di Tanah Air, langsung atau tidak, telah mempercepat hit-hit Shaggy Dog singgah di hati kawula muda Indonesia. Setidaknya, 20.000 kopi album terakhir mereka yang baru diedarkan dua bulan lalu sudah terjual.

Dari album terakhir, yang digarap oleh perusahaan industri rekaman ini, yang cukup menjadi hit adalah lagu Sayidan. Itu bukan saja di kawula muda Yogyakarta, tetapi juga di kota-kota lain. Dengan lagu itu, Shaggy Dog seperti berhasil memotret sebuah realitas kehidupan masyarakat bawah yang tinggal di kawasan perkotaan. Realitas itu dilihatnya sebagai fakta bahwa baik atau buruk bukan dua hal yang paradoks, tetapi selalu berimpitan menyertai kehidupan manusia.

Artinya, tidak ada manusia baik, tidak ada manusia buruk, yang ada adalah manusia yang hidup di bawah filosofi baik dan buruk.

Dalam konteks semacam itulah lagu Sayidan lantas menemukan maknanya. Dalam refrein lagu itu berbunyi: Di Sayidan di jalanan/ angkat skali lagi gelasmu kawan…Di Sayidan di jalanan/ tuangkan air kedamaian. Kebiasaan minum minuman keras di sebagian masyarakat Sayidan diangkat Shaggy Dog sebagai titik tolak bicara keanekaragaman pergaulan hidup kampung itu.

"Keanekaragaman kehidupan itu kenyataannya tidak membuat Sayidan menjadi wilayah eksklusif dengan segala cercaannya. Toh warga Sayidan justru memiliki pergaulan yang begitu hangat, cair, penuh persaudaraan, dan memiliki semangat gigih dalam mengarungi kehidupan, betapa pun sulitnya," kata Heru yang dibenarkan oleh seluruh personel Shaggy Dog.

Kondisi itu diungkapkan Shaggy Dog dalam syair lanjut dari lagu itu. Jangan kau takut pada gelap malam/bulan dan bintang semuanya teman. Lirik itu bukan memiliki arti harfiah saja, tetapi di dalamnya juga terkandung kekuatan makna filosofis. "Gelap malam adalah tantangan hidup. Tetapi bulan bintang selalu menjadi terang, menjadi teman, yang menghilangkan segala ketakutan. Itulah wong Sayidan," kata Richard.

Begitulah Shaggy Dog yang hidup dan tumbuh di antara tembok-tembok tua, tikus-tikus liar, di petak-petak rumah yang berimpit-impitan, yang membuat Sayidan disebut orang sebagai kampung kumuh. "Tetapi menyenangkan hidup di kampung ini. Kita bisa melihat segala kenyataan hidup. Malam-malam ada orang lari-lari karena dikejar-kejar orang berpedang dan masuk markas anak-anak Shaggy Dog. Bahkan, kita juga bisa melihat pekerja seks yang lari-lari masuk Kampung Sayidan karena dikejar petugas," kata Heru, personel Shaggy Dog dari luar Sayidan tetapi hatinya telah menyatu dengan kampung itu.

Barangkali itulah yang mengilhami Shaggy Dog dalam menggarap lagu-lagu mereka. Dari 12 lagu dalam album terbaru mereka yang berlabel Hot Dog, tidak ada satu pun yang berlirik cinta. Yang ada adalah pengalaman-pengalaman hidup personel Shaggy Dog yang semuanya memang suka nongkrong dalam kehidupan malam.

Lagu-lagu mereka senantiasa menggugah dan sinis terhadap orang-orang lemah semangat.

Bangkitlah, bangkit berbuat sesuatu/ sebelum dunia ini berputar melindas kepalamu… Bila kau hanya terdiam kaku/gali saja kuburmu…, begitu potongan lagu mereka yang berjudul PUT.

KEBIASAAN minum yang dilakukan sebagian warga Sayidan bukan lantas menjadi semacam aib bagi kampung ini. "Meskipun minum, Anda tahu sendiri tidak ada kegaduhan dan selalu aman. Semua warga di sini bekerja, entah apa pun bentuknya. Itu sebabnya di kampung ini banyak tumbuh industri rumah tangga," kata mantan Ketua Rukun Warga (RW) Sayidan Sugiarto. "Dari 420 KK penduduk Sayidan, sebagian besar anak muda dan semuanya bekerja, tukang parkir, tukang becak pun dijalani," katanya lagi.

Oleh karena itu, lanjut Sugiarto, istri Wali Kota Yogyakarta, Diyah Suminar SE, yang juga Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Kota Yogyakarta, sempat terheran-heran dengan dinamika warga Kampung Sayidan. Di kampung yang dinilai kumuh ini ternyata ada industri sablon, tas, sepatu, sandal, dan bentuk kerajinan lainnya.

Menurut Sugiarto, kiat mengatasi kemiskinan di kampungnya begitu kuat dan penuh semangat. "Semua usaha home industry ini jalan, terjual dan sudah ada pemesan, terutama pesanan dari kalangan pedagang kerajinan di Jalan Malioboro," kata Sugiarto lagi. "Berdasarkan kenyataan itulah, Bu Wali Kota Yogya berniat mengusulkan Sayidan sebagai daerah wisata kampung kreatif," katanya menambahkan.

Yang makin mengherankan istri Wali Kota Yogyakarta itu adalah ketika mendengar bahwa di Sayidan pula tempat lahirnya Shaggy Dog. "Bu Wali Kota bilang, kampung yang katanya kumuh itu telah melahirkan anak-anak kreatif, yang membawa harum nama Yogyakarta dalam belantika musik," kata Sugiarto menuturkan.

Shaggy Dog sendiri, hingga tumbuh menjadi grup musik yang punya nama, berangkat dari kondisi sosial ekonomi orang Sayidan pula.

Artinya, tak ada bos yang mendanai mereka. Semuanya hanya ditempuh dengan ketekunan dan kenekatan. Gitar pinjam, dari pemilik gitar satu ke pemilik gitar yang lain. "Dulu kami hanya gitar-gitaran, ya sambil minum-minum dikit, mencoba membuat lagu. Kami catat dan nyanyikan bareng," kata Heru.

Baru tahun 1997 mereka mencoba serius membentuk grup band. Jika punya uang, mereka latihan di studio musik. Tahun 1999 Shaggy Dog mulai dikenal masyarakat Yogyakarta dan frekuensi undangan pentas makin sering. "Ya karena kami tidak punya gitar alat sendiri, kalau main, ya memakai gitar yang disediakan panitia," kata Richard.

Pada tahun 1999 itu pula Shaggy Dog mulai merekam lagu mereka. Pembuatan album musik indie yang kedua tahun 2001 benar-benar menunjukkan kenekatan anak-anak muda yang berusia 23-26 tahun itu. Motor milik manajer mereka, Memet, terpaksa dijual untuk keperluan rekaman di Bandung, Jawa Barat. Karena dana tidak cukup, selama di Bandung mereka ngamen di kawasan Dago untuk ongkos pulang ke Yogyakarta.

Keberhasilan anak muda yang semuanya drop out dari bangku kuliah ini seperti menjadi simbol kebanggaan masyarakat arus bawah. Sayidan dan Shaggy Dog ibarat dua sisi mata uang yang memang tak bisa dipisahkan. Bukan hanya sejarah yang memaknai keberadaan keduanya yang memang benar-benar membaur, tetapi juga suka duka dan ritme yang digelorakan dalam musik Shaggy Dog adalah ritme orang-orang Sayidan itu sendiri.

Lihatlah, ketika Shaggy Dog hendak berangkat pentas, ngumpul di rumah kecil di Sayidan, milik salah satu personel mereka, kaum muda di sana berdatangan, bersimpati, serta memberi dukungan dan semangat. Sebelum berangkat, Shaggy Dog dan anak-anak kampung itu pun saling bersulang minuman, tanda perdamaian dan kebersamaan.

Shaggy Dog memang milik orang Sayidan. Shaggy Dog, anak-anak muda itu, telah memberi arti bagi kampung halamannya yang selama ini dikenal sebagai daerah kumuh. Seperti lagu mereka yang berjudul Sayidan, Shaggy Dog telah menuangkan "air kedamaian" di Sayidan.

shaggy dog_sayidan mp3
http://www.4shared.com/get/0iuRDt0T/shaggydog_-_di_sayidan.html;jsessionid=FD75E3AC9C359F8E2EE165DE13BB54A6.dc323

Tidak ada komentar:

Posting Komentar